Wanita Perkasa

Penampilannya lelaki tulen. Rambut cepak, berbadan tegap dan kekar, kulitnya coklat gelap. Sesekali asap rokok menyembul dari mulutnya. Mengayuh becak demi sesuap nasi telah dilakoninya sejak 22 tahun silam.

Penumpang becaknya tak pernah menggubris si tukang becak itu. Hingga si penumpang turun untuk membayar dan mendengar suara si tukang becak, si penumpang baru sadar pengayuh becak itu seorang perempuan. “Saya diam saja, ndak ngomong kalau ndak ditanya” tutur Mbah Pon, demikian Ponirah (57) biasa dipanggil pelanggannya. Ia kerap melihat penumpang becaknya kaget mengetahui kalau dirinya perempuan.

Menjadi penarik becak memang bukan pilihan Ponirah sejak awal. Jerat kemiskinan yang memaksa nenek bercucu 3 ini menarik becak sejak 22 tahun silam, takkala anak-anaknya sudah memasuki usia sekolah, sementara penghasilan suaminya sebagai tukang becak dan petani sewaan tidaklah cukup. “Buat makan saja susah waktu itu, apalagi sekolah. Tapi anak-anak harus pinter, jangan bodoh kayak orang tuanya” tutur Ponirah.

Saat suaminya, Suparjo, wafat pada tahun 2005 silam akibat digerogoti kanker pankreas, Ponirah belum juga pensiun mengayuh becak. Apalagi, setahun berikutnya cobaan datang lagi. Rumahnya di dusun Njeblog, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, runtuh digoyang gempa dahsyat Yogyakarta. 40 ekor bebek yang biasa diambil telurnya untuk dijual, mati tertimpa reruntuhan kandang. “Saya pasrah” kenang Ponirah tentang peristiwa 2 tahun silam itu.

Tahun itu juga, nasib baik menghampiri Ponirah. Ia membintangi iklan minuman energi KukuBima Ener-G. Ponirah dan tiga figur lainnya — supir angkot cacat kaki, suami-istri tuna netra pemilik bengkel— oleh perusahaan minuman energi itu dinilai sebagai sosok pantang menyerah melawan kemiskinan dan keterbatasan.

Menjadi bintang iklan merupakan anugerah tersendiri bagi Ponirah. Dari aktingnya itu, dia mendapat imbalan Rp 6 juta. Sebulan kemudian ia ditanya minta apa. “Saya minta dibangunkan rumah,” jawabnya enteng. Gayung pun bersambut. Perusahaan itu mengantarkan uang Rp 30 juta yang kemudian dipakai Ponirah membangun kembali rumahnya. Rumahnya yang rusak akibat goyangan gempa pun kembali berdiri.

Mbah Pon tak tahu kapan akan berhenti mengayuh becak. Ia masih menyimpan cita-cita menggembala bebek seperti dulu. Namun, 40 ekor bebeknya sudah mati tertimpa gempa. Bantuan yang mengalir deras setelah gempa Yogya tak menciprati Mbah Pon. Ia tak punya uang untuk membeli bebek. “Ndak ada uang. Seekor harganya 25 ribu rupiah. Uang dari mana?” kata Mbah Pon yang kini menjadi selebritis di Bantul setelah menjadi bintang iklan.

Rz, selamat-hari-perempuan

3 Replies to “Wanita Perkasa”

  1. salut perjuangannya. kalau semua orang kekurangan memiliki semangat seperti ibu ponirah ini, rasanya kasus kematian akibant kemiskinan atau kelaparan dll tidak akan terjadi di negeri kita.

  2. dlu prnah liat di trans tv jug. ohh…di sekitar kraton ya? ko ga prnh liat sih. ato gw gak nyadar klo itu perempuan kali ya.

Tinggalkan komentar