Partai politik Islam terancam tidak lagi masuk dalam 5 (lima) besar partai politik di Pemilu 2014. Jika pemilu dilaksanakan hari ini (saat survei dilaksanakan), lima besar perolehan suara partai politik dikuasai oleh partai berbasis kebangsaan yaitu Partai Golkar (21,0 %), PDIP (17,2 %), Partai Demokrat (14,0 %), Partai Gerindra (5,2 %), dan Partai Nasional Demokrat (5,0 %).
Partai-partai politik Islam hanya memperoleh dukungan dibawah 5 %. Partai Islam adalah partai yang berasaskan Islam atau secara historis berbasis masa Islam. Sedangkan partai nasionalis (kebangsaan) adalah partai berasaskan pancasila atau secara historis berbasis masa nasionalis.
Demikian salah satu kesimpulan survei terbaru yang dilaksanakan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI). LSI secara reguler melaksanakan survei nasional 3-4 kali setahun. Survei ini dibiayai sendiri oleh LSI dari anggaran public interest yang dialokasi setiap tahunnya. Survei ini adalah survei nasional di semua propinsi di Indonesia dengan menggunakan metode sistem pengacakan bertingkat (multistage random sampling). Jumlah responden survei ini adalah 1.200 , dan margin of error sebesar plus minus 2,9 %. Survei dilaksanakan pada tanggal 1-8 Oktober 2012. Untuk mendalami substansi dan analisis, LSI juga melakukan Focus Group Disscusion (FGD) dan in-depth interview.
Untuk pertama kalinya sejak pemilu 2004,pemilu 2009, dan pada survei-survei sebelumnya, partai politik Islam tidak satupun yang masuk ke dalam 5 besar dukungan publik. Pada survei oktober 2012 ini, semua partai politik Islam memperoleh dukungan di bawah 5%. Dibandingkan dengan pada Pemilu 2004, PKB menempati posisi ketiga perolehan suara pemilu dengan dukungan sebesar 10,6 %. PPP berada pada posisi keempat dengan dukungan sebesar 8,1 %. Partai Demokrat pada posisi kelima dengan perolehan suara 7,5 %. Pada Pemilu 2009, PKS berada pada posisi kempat perolehan suara dengan dukungan sebesar 7,9 %. PAN berada pada posisi kelima dengan dukungan sebesar 6,0 %.
Suara partai Islam mengalami kecenderungan yang terus menurun dari waktu ke waktu. Pada pemilu 1955, pemilu pertama yang dicatat sebagai pemilu yang paling demokratis, total perolehan suara partai Islam adalah sebesar 43,7 %. Pada Pemilu 1999, pemilu pertama setelah Orde Baru, total suara partai Islam mengalami penurunan menjadi 36,8 %. Pada Pemilu 2004, total suara partai Islam tidak banyak mengalami perubahan yaitu hanya sebesar 38,1 %. Sedangkan pada pemilu 2009, total suara partai Islam kembali mengalami penurunan yaitu sebesar 25,1 %. Dan pada survei Oktober 2012 ini, total suara partai Islam jika digabung hanya sebesar 21,1%.
Bukan hanya dukungan terhadap Partai Politik Islam yang merosot, namun juga tokoh-tokoh partai politik Islam kalah pamor atau popularitas dengan tokoh dari partai nasionalis. Tokoh-tokoh partai Islam seperti Hatta Rajasa, Suryadarma Ali, Muhaimin Iskandar, dan Lutfi Hasan Ishaaq) memiliki tingkat pengenalan yang rendah, rata-rata masih dibawah 60 %. Bandingkan dengan tokoh dari partai nasionalis seperti Megawati, Aburizal Bakrie,Prabowo, dan Wiranto yang popularitasnya rata-rata diatas 60 %.
Rendahnya popularitas tokoh partai Islam ini juga berpengaruh terhadap dukungan publik terhadap mereka. Dukungan terhadap tokoh partai politik Islam masih dibawah 5 %. Hatta Rajasa ( 3,2 %), Muhaimin Iskandar ( 0,3 %), Suryadarma Ali (2,1 %), Lutfi Hasan Ishaaq ( 0,8 %). Bandingkan dengan dukungan terhadap tokoh dari partai nasionalis yang telah mencapai diatas 15 %. Megawati (20,2 %), Prabowo (19,3 %), dan Aburizal Bakrie (18,1%).
Jika kondisi dalam survei ini tetap bertahan, maka peluang tokoh partai politik Islam ini untuk maju sebagai capres sangat kecil. Tokoh Partai Islam ini hanya akan menjadi capres divisi tiga. Capres divisi tiga adalah capres yang dukungan terhadap partai politik maupun kandidat presidennya masih kecil,dalam survei ini dibawah 5 %. Capres divisi tiga juga bukan berasal dari tiga partai besar perolehan suara.
Sementara capres divisi dua terdapat Ani Yudhoyono dan Prabowo Subianto. Capres divisi dua adalah capres yang dukungan terhadap partai politik dan kandidat presidennya berbanding terbalik. Ani Yudhoyono berasal dari tiga partai besar yaitu Partai Demokrat, yang dukungan terhadap partainya diatas 10 %. Namun dukungan terhadap Ani Yudhoyono sebagai capres sendiri masih kecil dan dibawah 10 %. Sementara Prabowo Subianto berasal dari Partai Gerindra bukan dari tiga partai besar yang dukungan terhadap partainya masih dibawah 10 %, namun dukungan terhadap Prabowo sendiri sebagai capres telah mencapai diatas 15 %.
Dan capres divisi satu adalah capres yang berasal dari tiga partai besar dan dukungan terhadap kandidat telah mencapai lebih dari 15 %. Pada capres divisi satu ini, terdapat pertarungan antara Megawati Soekarno Putri dan Aburizal Bakrie. Dari sisi Partai Politik, baik Golkar maupun PDIP memiliki potensi untuk mengusung kandidat presiden sendiri. Syarat pencalonan presiden sesuai dengan undang-undang adalah partai politik yang memperoleh suara minimal 20 % suara pada pemilu, ataupun 25 % kursi di Parlemen (DPR). Dari sisi kandidat, dukungan terhadap Megawati maupun Aburizal Bakrie dalam survei telah mencapai diatas 15 % sehingga menjadi kandidat yang kompetitif pada Pemilu Presiden tahun 2014.
Inilah temuan terpenting dalam survei LSI Oktober 2012 : Untuk pertama kali partai politik Islam tidak berada lagi pada 5 besar elektabilitas/dukungan publik. Partai politik Islam terancam hanya menjadi pelengkap/komplementer dari sistem kepartaian di Indonesia. Bukan hanya partai politik, tokoh partai politik Islam juga kalah pamor dan dukungan dibanding tokoh partai nasionalis.
Mengapa Partai Islam tidak di 5 besar partai lagi? Apa yang menyebabkan merosotnya dukungan terhadap partai politik Islam dan tokoh-tokohnya? Dari hasil FGD dan in-depth interview, LSI menemukan ada empat faktor penyebab.
Pertama, makin kentalnya fenomena “Islam Yes partai Islam No”. Ke-Islaman di Indonesia hanya bersifat kultural atau kesholehan individu namun tidak terwujud dalam aspirasi politiknya. Mayoritas Islam di Indonesia tidak ingin Partai dengan aroma Islam menjadi mayoritas.
Kedua, pendanaan politik partai Nasionalis lebih kuat daripada pendanaan politik partai Islam. Partai Nasionalis seperti P.Golkar, PDIP, P.Demokrat, P. Gerindra,dan P. Nasdem lebih siap secara pendanaan daripada partai Islam seperti PKS,PPP,PAN, dan PKB. Pendanaan yang lebih siap ini memungkinkan partai nasionalis lebih siap dalam mendanai aktifitas dan image building partai.
Ketiga, munculnya anarkisme yang mengatasnamakan Islam oleh kelompok-kelompok Islam tertentu membawa dampak pada munculnya “kecemasan kolektif” masyarakat Indonesia pada umumnya. Kekerasaan atas nama Islam misalnya kekerasan terhadap Ahmadiyah, Syiah, dan pelarangan pendirian rumah ibadah (gereja) memunculkan kekhwatiran terhadap formalistik Islam. Selain itu,gejala tuntutan dan pemberlakukan syariat Islam di beberapa daerah menjadi referensi bagi masyarakat Indonesia pada umumnya bahwa ada agenda syariat Islam jika yang berkuasa adalah partai Islam.
Keempat, Partai Nasionalis juga semakin mengakomodasi kepentingan dan agenda kelompok Islam,terlepas dari motifnya yang bersifat substantif ataupun simbolik. Bentuk akomodasinya seperti dibentuknya organisasi underbouw partai untuk merangkul kelompok Islam. Seperti Baitul Muslimin di PDIP, Majelis Dzikir SBY (Partai Demokrat). Selain itu banyak tokoh-tokoh Islam yang diakomodasi oleh partai nasionalis baik ke dalam struktur partai maupun dalam rekruitmen anggota parlemen.
Prediksi 2014?
1. Pemilu 2014 adalah pertarungan antara partai dan tokoh nasionalis. Partai Islam hanya akan menjadi komplementer (pelengkap).
2. Jika aturan presidential threshold (20 % suara/25 % kursi) berlaku maka pertarungan capres hanya akan terjadi antara capres divisi 1 (Megawati vs Aburizal Bakrie).
Pilpres 2014 akan menjadi The Clash of The Titans antara Megawati vs Aburizal Bakrie, yang keduanya didukung oleh partai besar, yang memenuhi syarat pencalonan. Namun Partai Demokrat dan calon presidennya kelak, yang didukung SBY, akan tetap menjadi “kuda hitam”.