Runtuhnya Popularitas Kabinet SBY-Boediono

Kasus korupsi di dua kementerian ikut memperburuk citra kabinet

Popularitas Kabinet pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) –Boediono kian merosot di mata publik. Tingkat kepuasan publik terhadap kinerja kabinet menunjukkan tren yang menurun menjelang dua tahun jalannya pemerintahan SBY-Boediono.

Survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) mencatat, pada Januari 2010 saat pemerintahan SBY-Boediono baru berusia 100 hari, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kabinet SBY-Boediono berada di angka 52,3%. Pada September 2010 ketika pemerintahan sudah berjalan selama satu tahun, tingkat kepuasan tersebut menurun di angka 46,5%.

Tren penurunan tersebut berlanjut menjelang dua tahun berjalannya pemerintahan SBY-Boediono. Hasil survei LSI terbaru menunjukkan tingkat kepuasan terhadap kabinet SBY-Boediono berada di angka 37,7 %. Sehingga dalam waktu kurang dari dua tahun saja terhitung sejak 100 hari jalannya pemerintahan SBY-Boediono, popularitas kabinet terjun bebas sebanyak 15%. Survei LSI itu dilakukan pada tanggal 5-10 September 2011 dengan mewawancarai 1200 responden dari 33 propinsi menggunakan metode multistage random sampling.

Kontribusi turunnya popularitas kabinet SBY-Boediono bersumber dari para menterinya sendiri. Kasus korupsi di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) yang menyeret Menpora Andi Alfian Mallarengeng, dan kasus serupa di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) yang menyeret Menakertrans Muhaimin Iskandar paling andil dalam merosotnya popularitas kabinet SBY-Boediono.

Meski proses hukum yang berlangsung di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menemukan keterlibatan keduanya, tetapi gencarnya pemberitaan kasus korupsi di dua kementerian tersebut selama beberapa bulan terakhir secara tidak langsung ikut mempengaruhi persepsi  publik terhadap kabinet.

Hal lain yang ikut berkontribusi merontokkan popularitas kabinet adalah kinerja beberapa menteri yang dinilai tidak berhasil sesuai terget dan tidak memuaskan publik. Dalam katergori ini Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar mendapat sorotan karena kebijakan remisi koruptor yang dianggap tidak pro pemberantasan korupsi.  Menakertrans Muhaimin Iskandar juga disorot karena gagal melindungi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri dengan mencuatnya pemberitaan pemancungan Ruyati, TKI di Arab Saudi.

Tak hanya dua hal itu, persoalan yang menyangkut wilayah pribadi menteri pun seperti isu perselingkuhan, poligami dan kesehatan juga ikut memberikan kontribusi bagi merosotnya popularitas kabinet SBY-Boediono.

Merosotnya popularitas kabinet SBY-Boediono sebanyak 15 %, dari 52,3% di 100 hari pertama pemerintahan menjadi hanya 37,7 % menjelang dua tahun berjalannya pemerintahan adalah warning bagi presiden. Presiden harus segera melakukan penataan kabinet kalau tidak ingin di sisa tiga tahun pemerintahannya, popularitas kabinet terus merosot di mata publik. Reshuffle menteri sebuah keharusan jika presiden tidak ingin jalannya pemerintahan terbebani oleh menteri yang bermasalah.

Kemenangan Obama

obama-menteng1

Siapa sangka ekspresi wajah bocah-bocah SD Menteng yang sedang teriak kegirangan bakal muncul di halaman depan koran NY Times, salah satu koran terbesar di negeri AS sana.

Obama memang sukses mencetak sejarah : Presiden AS pertama berkulit hitam dan keturunan Afro-Amerika. Fakta lainnya, meski tidak penting juga, ia memiliki darah Islam dari garis Ayah dan pernah tinggal di Indonesia dan sebentar mencicipi bangku sekolah di Indonesia. Yang terakhir mungkin alasan kenapa bocah-bocah SD Menteng muncul di NY Times.

Soal kemenangan Obama saya menilainya biasa saja. Pertama, mungkin karena kesuksesan Obama merambah dunia maya untuk medium kampanye. Kedua, Ia juga berhasil merangkul suara kaum muda. Mereka itu pemilih pemula dan jumlahnya mendekati 20 persen dari total pemilih dalam Pilpres AS. Jumlah itu cukup signifikan, mengingat partisipasi warga AS dalam Pemilu cukup rendah, yakni 40 persen.  Ia juga berhasil merebut hati kelompok minoritas, oposisi, dan kaum perempuan yang belum memutuskan pilihan hingga detik-detik terakhir pencoblosan.

Ketiga, Republikan salah memasang kandidat. Mc Cain- Palin relatif kalah bila disandingkan dengan kandidat Demokrat Obama-Biden. Meskipun perlu dicatat, Biden hanya sedikit kontribusinya dalam kemenangan Obama.

Mc Cain sosok orang tua konservatif, gaya bicaranya kaku dan tidak menawarkan sesuatu yang kongkrit bagi calon pemilih. Ia hanya dihormati sebagai pahlawan perang Vietnam lantaran pernah mendekam di tahanan Vietkong selama hampir 5 tahun. Kesan kaku Mc Cain tampak pada 3 kali debat pre-election yang secara gemilang dimenangkan oleh Obama. Konservatif jelas tak memberi harapan bagi warga AS yang sedang dirundung masalah. AS sedang goyah akibat krisis finansial, pengangguran melonjak drastis, dan jumlah utang menumpuk akibat perang di Irak dan Afghanistan.

Obama dengan semboyan Yes, We Can dan Change We Need bagaikan spirit baru bagi warga AS yang sedang murung dan menginginkan harapan. Satu alasan yang masih harus diverifikasi, katanya, beberapa orang tua prajurit AS yang diterjunkan di Afghanistan dan Irak, memilih Obama lantaran ingin anaknya segera ditarik dari medan perang.

topi-jacky-kennedy1

Bagaimana Palin? Bagi saya, dia hanya sukses memelopori trend baru busana dan kacamata wanita. Kejadian yang mirip dengan kepeloporan gaya topi dan kacamata besar Jacqueline Kennedy, istri mendiang Presiden John Kennedy di era 60-an. Sementara Biden sepertinya hanya sekedar pelengkap persyaratan Obama menjadi Capres.

Gelombang dukungan orang-orang kaya di AS dan sejumlah tokoh berpengaruh, juga salah satu faktor kemenangan Obama. Berkat dukungan itu, dana kampanye Obama sanggup menembus rekor hingga 1 Miliar Dollar AS. Padahal, pada Pemilu 2004 lalu, Komisi Pemilihan Federal melansir total dana kampanye dari kandidat Bush dan Kerry hanya mencapai 693 juta dollar AS.

Kemenangan Obama bukan karena keberhasilan ia seorang dan tim suksesnya plus Partai Demokrat. Tapi, ada gelombang dukungan yang tidak terkira yang membantu Obama untuk mencapai White House.

Rz, bukan-lulusan-SD-Menteng

Upah Jurnalis

Berapa upah yang layak bagi seorang jurnalis?

Tiap daerah tentu punya ukuran yang berbeda, tapi untuk di Yogyakarta, saya dapat hitungan baru.

Versi Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Jogja, kebutuhan layak seorang jurnalis dalam sebulan, yakni: makanan dan minuman sebesar Rp 750.000, perumahan dan fasilitas sebesar Rp 242.667, kebutuhan sandang Rp 149.000 dan ditambah aneka kebutuhan lainnya Rp 1,3 juta lebih. Total kebutuhan Rp 2.480.439. Upah tersebut harus ditambah 10 persen dari total upah sebesar Rp 248.439 untuk tabungan. Sehingga totalnya mencapai Rp 2,7 juta lebih.

Kebutuhan mendasar bagi pemburu berita di Yogyakarta pun, berbeda jika dibandingkan dengan pemburu berita di Ibukota Jakarta. Disana mungkin laptop lebih dibutuhkan, tetapi disini, kendaraan bermotor jelas prioritas utama. Bagi yang pernah tinggal di Yogyakarta pasti tahu benar soal transportasi disini.

Upah layak itu jelas penting. Mengapa? Para jurnalis sadar betul yang namanya menerima “amplop” jelas haram bin terlarang. Itu melanggar kode etik jurnalis. Tapi, kalau upah rendah sementara kebutuhan tinggi, terima amplop pun jelas solusi terpintas. Meski masih banyak juga jurnalis yang bertahan di sisi idealisme untuk tidak menerima amplop. Saya berdiri di sisi itu. Tapi tidak menyalahkan kawan-kawan yang berdiri di sisi lain.

Sejenak saya melirik slip gaji. “Ouwww…masih jauh”

Rz, bisakah-jurnalis-kaya?

Dibalik Nama

Lamat-lamat terdengar dari seberang jalan. Dari sebuah Masjid yang sesak oleh jamaah Shalat Tarawih.

Saya sedang melahap habis semangkuk bubur kacang ijo (burjo) di warung depan Masjid, ketika sang pengkhutbah mendawamkan kata-katanya. Dia bercerita soal makna dibalik nama.

“Aneh, Al Amien itu gelar yang disematkan untuk Nabi Muhammad karena dia orang yang jujur. Al Amien itu artinya orang yang dipercaya. Lha, kenapa tiba-tiba ada tulisan besar di koran bilang Al Amien ditangkap akibat terima suap”

Masih kata pengkhutbah yang hanya saya dengar gelegar suaranya dari pengeras suara Masjid, yang distel keras, melindas suara desingan motor yang melintas.

“Ada lagi. Bulyan Royan ditangkap menerima suap. Bayangkan, Royan itu pintu istimewa. Pintu memasuki surga yang hanya bisa dimasuki orang-orang yang berpuasa seperti kita ini. Namanya Babul Royyan” ujarnya tegas.

Belum selesai khutbahnya, saya pulang setelah membayar semangkuk burjo. Di kamar saya kembali memikirkan dawam sang pengkhutbah tadi. Katanya, nama itu doa – dari orangtua yang memberikan nama- agar kelak sang anak yang diberi nama itu menjadi seperti yang dikehendaki dalam doa. Jadi, kalau doanya saja menjadi orang yang terpercaya, lalu apa jadinya jika ternyata menerima suap?

Kalau begitu, salah namanya apa salah orangnya.

Rz, nama-saya-gak-ada-doanya

Alternatif

Pilpres 2009 memang masih lama. Tapi kalau muka lama lagi yang disodorkan, bisa-bisa pilihannya terbatas “dia lagi dia lagi”. Sekedar mengelak dari kejumudan, tak ada salahnya melirik yang alternatif.

Rizal Mallarangeng. Pengusung slogan if there is a will there is away ini memang pantas disaluti. Slogannya sebagai generasi baru, seolah mendobrak pakem hanya orang-orang tua saja yang berani berlari mengejar kursi panas RI-1. Usianya baru 44 tahun, tapi belum jelas bakal mennunggan kuda “parpol” mana.

Fadjroel Rachman. Mantan aktivis ITB era 70-an yang pernah dibui lantaran mengritik orde baru ini, sudah mendeklarasikan dirinya sebagai capres alternatif dalam acara pertemuan aktivis lintas generasi beberapa bulan silam, di depan Tugu Proklamasi. Basis masanya belum jelas, apalagi kendaraan parpolnya. Tapi soal semangat, presenter TVRI ini boleh diacungi jempol lah.

Sutiyoso. Orang-orang tergusur di Jakarta mungkin memendam benci berakar sampai nadi kepada sosok ini. Sosok yang kerap dipanggil Bang Yos, adalah Gubernur Jakarta terunik. Menjadi Gubernur 2 periode dalam masa kepemimpinan 4 Presiden yang berbeda. Tak jelas kendaraannya, kecuali klaim belasan parpol kecil yang tak lolos verifikasi, dan katanya sudah melamar dirinya sebagai capres.

Rizal Ramli. Mantan menteri ini memang belum lugas menyatakan dirinya berniat ikut dalam hiruk pikuk pilpres 2009. Namun, dari apa yang digemborkan sebagai Jalan Baru Perubahan, bisa jadi dia berhasrat juga kesana. Suatu saat ia pernah berujar “jangan pilih Tank Mogok atau Mobil Bekas”. Tahulah maksudnya.

Akbar Tandjung. Kalau saja Partai Golkar tak menggelar Konvensi Capres, bisa jadi Bang Akbar bakal mencari tumpangan lain demi ikut berlari menuju kursi panas RI-1. Ambisi politiknya memang tinggi, tapi diimbangi kepiawaian berpolitik. Jaringannya luas.

Prabowo Subianto. Tiba-tiba jadi pembela petani. Entah kenapa mantan ijo royo-royo yang dulu dikenal kesangarannya itu kini kembali berlari mengejar kursi RI-1. Kendaraannya sepertinya sudah tak samar lagi : Garuda Emas yang berpesan jangan lupa membeli beras, telor, dan buah-buahan dari petani.

Wiranto. Ini juga ijo royo-royo yang masih berambisi menjadi Presiden. Kalah di Pilpres 2004 belum membuat kapok dirinya untuk meraih kursi RI-1. Soal kesangarannya, tak kalah dari Prabowo. Kabarnya duitnya banyak. Kendaraannya sudah dipersiapkan begitu tak lagi mendapat ruang di Golkar.

Soetrisno Bachir. Si Hidup Adalah Perbuatan ini mungkin menyadari betul, perbuatan yang pas baginya adalah membuat iklan. Kendarannya sangat terang: Partai Artis Nasional, lantaran banyak artis jadi caleg dari partai itu.

Silakan dicermati. Alternatifkah mereka. Atau sekedar menjadi figuran dalam keramaian pentas drama menuju RI-1.

Rz, saya-sih-suka-musik-alternatif